Kencing merupakan cairan sisa hasil
ekskresi ginjal yang dikeluarkan melalui proses urinasi. Itu sebabnya
air kencing juga disebut urin. Proses mengeluarkan urin tersebut
dilakukan setiap beberapa waktu selama manusia masih bisa beraktivitas.
Dalam Islam, air kencing itu najis baik
kencing dari hewan maupun manusia. Sehingga jika terkena kencing
maka wajib dibersihkan ketika hendak sholat. Dan kita dilarang sholat di
dekat tempat kencing karena termasuk tempat kotor.
Dalil najisnya kencing manusia diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pernah datang seorang arab Badui,
lalu dia kencing di pojok masjid, kemudian para sahabat menghardiknya,
dan Rasulullah menahan hardikan mereka. Ketika dia telah menyelesaikan
kencingnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
memerintahkan (untuk mengambil) seember air, lalu beliau siramkan ke
tempat itu” [HR. Muttafaqun ‘alaih]
Dari hadits tersebut bisa kita ambil
pelajaran bahwa kencing manusia itu najis sehingga Rasulullah
memerintahkan para sahabat untuk menyiramnya. Seandainya tidak najis
maka Rasulullah akan membiarkannya saja. Dan hikmah lainnya bahwa
menghilangkan najis cukup dengan menyiram dengan air suci. Begitu pula
saat bagian tubuh kita terkena najis maka cukup dibersihkan dengan air
tanpa wudhu jika sebelum terkena najis sudah dalam keadaan berwudhu.
Namun, bukan tentang najisnya yang
menjadi pembahasan kali ini, tapi tentang fenomena yang terjadi di
Indonesia maupun banyak tempat yaitu kencing sambil berdiri. Bagaimana
Islam memandang perbuatan tersebut, boleh atau dilarang?
Apa Hukum Kencing Sambil Berdiri?
Mungkin sebagian kita pernah mendengar
perkataan bahwa kencing hendaknya dengan jongkok, bukan berdiri. Tapi
faktanya banyak toilet baik di tempat umum maupun di masjid yang
menggunakan urinoir, tempat kencing yang mengharuskan kencing dengan
berdiri. Lalu bagaimana hukumnya?
Dalil Kencing Sambil Duduk (jongkok)
“Barangsiapa yang mengatakan pada
kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil
berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa kencing sambil duduk.” [HR. At Tirmidzi dan An Nasai]
Masih ada beberapa dalil yang menyatakan
bahwa kencing itu dengan cara duduk (jongkok) bukan berdiri. Satu
hadits yang menjelaskan hal yang sama:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah keluar bersama kami dan di tangannya terdapat sesuatu yang
berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.” [HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad]
Keadaan masjid yang membuat toilet
menggunakan urinoir menyebabkan seseorang harus kencing sambil berdiri,
sebab bentuknya tidak memungkinkan bisa buang air kecil dengan jongkok.
Apakah takmir masjid yang membangun tidak mengetahui hal itu. Dan
bagaimana jika kita buang air kecil dengan cara seperti itu sedangkan di
masjid tidak ada tempat lain untuk kencing.
Kencing Berdiri dan Kencing Jongkok Mana yang Benar?
Ternyata mengenai masalah kencing sambil
berdiri masih ada perselisihan pendapat para ulama. Berdasarkan
pendapat yang terkuat dengan dalil yang menyertakannya adalah kencing sambil berdiri itu boleh. Pasalnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah melakukan hal tersebut. Berdasarkan hadits shahih berikut ini:
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah mendatangi tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan air.
Aku pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu dengannya.” [HR. Bukhari no. 224 dan Muslim no. 273]
Dalil shahih tersebut menunjukkan
bolehnya kencing dengan berdiri karena pernah dilakukan oleh Nabi. Dan
para sahabatnya pun pernah melakukannya, seperti Umar Bin Khattab.
Adapun hadits yang menyatakan bahwa kencing sambil berdiri merupakan
salah satu dari perangai buruk itu dhoif karena hanya dikatakan oleh
Ibnu Mas’ud, tidak sampai kepada Rasulullah.
Sedangkan dalil pertama dari Aisyah radhiyallahu’anha
yang mengingkari bahwa Rasulullah kencing sambil berdiri maka para
ulama menafsirkan bahwa hal itu hanya sepengetahuan dari Aisyah saja.
3 Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Kencing Sambil Berdiri
Mengenai perbedaan pendapat dikalangan ulama terbagi menjadi tiga
mengenai hukum kencing sambil berdiri, diantaranya sebagai berikut:
1. Pendapat Pertama
Kencing sambil berdiri itu makruh tanpa udzur. Pendapat ini dianut
oleh ‘Aisyah, Ibnu Mas’ud, ‘Umar dalam salah satu riwayat, Abu Musa, Asy
Sya’bi, Ibnu ‘Uyainah, Hanafiyah dan Syafi’iyah.
2. Pendapat Kedua
Kencing sambil berdiri itu dibolehkan secara mutlak. Pendapat ini
dianut oleh ‘Umar dalam riwayat yang lain, Zaid bin Tsabit, Ibnu ‘Umar,
Sahl bin Sa’ad, Anas, Abu Hurairah, Hudzaifah, dan pendapat Hanabilah.
3. Pendapat Ketiga
Kencing sambil berdiri itu dibolehkan jika aman dari percikan
kencing, akan tetapi jika mempunyai peluang terkena cipratan air kencing
maka hal itu dilarang. Pendapat ini dianut oleh madzhab Imam Malik dan inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir.
Kesimpulan pendapat terkuat adalah bahwa kencing sambil berdiri itu dibolehkan
dan perlu berhati-hati agar tidak terkena percikan kencing. Jika
terkena cipratan kencing maka harus dibersihkan karena menjadi najis dan
tidak boleh sholat sebelum najisnya hilang.
0 komentar
Posting Komentar