Sifat-sifat orang yang mendustakan agama:
- Suka menghardik anak yatim.
- Tidak mengajak orang untuk memberi makan orang miskin.
- Orang yang lalai dari shalatnya.
- Orang-orang yang berbuat riya.
- Enggan menolong dengan barang berguna.
Imam Asqolani menjelaskan, riya adalah menampakkan ibadah supaya dilihat oleh orang lain.
Rasulullah
bersabda: “Berilah kabar gembira kepada umat ini, bahwasanya umat ini
akan mencapai keluhuran, ketinggian, kemenangan dan kekokohan diatas
muka bumi ini. Tapi, barangsiapa diantara mereka melakukan amalan
ukhrawi (ibadah) untuk mengejar dunia, maka di hari akhirat nanti dia
tidak akan mendapat bagian pahala sedikitpun.” (HR. Ahmad, dan
dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, Adz Dzahabi, Al-Albani).
Pujian dari manusia juga termasuk “dunia”.
Beda antara Munafiq dan Riya
Munafiq yang disembunyikan adalah kekufuran, yang ditampakkan keimanan.
Riya yang ditampakkan ketaatan, yang disembunyikan kemaksiatan.
Ia
melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala hanya ingin mengambil perhatian
orang lain dan agar mendapat nama di tengah-tengah masyarakat, bukan
untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia bersedekah
karena ingin dikatakan dermawan, menyempurnakan shalat agar orang
mengatakan shalatnya bagus dan lain-lain. Mereka melaksanakan ibadah
hanya untuk mencari perhatian orang lain. Seharusnya ibadah hanya untuk
Allah, akan tetapi ia menginginkan dengan itu pujian dari orang lain.
Mereka mendekatkan diri kepada manusia dengan cara melaksanakan ibadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti inikah yang disebut riya’.
Adapun
mereka yang shalat untuk manusia seperti orang yang shalat di depan
seorang raja atau yang lainnya, bersikap tunduk dengan melakukan ruku
dan sujud untuknya, ini adalah musyrik kafir, diharamkan baginya masuk
ke dalam jannah dan naarlah tempat kembalinya. Tetapi orang yang shalat
untuk Allah namun juga mengharapkan orang lain memuji ibadahnya dan
ingin dikatakan bahwa ia adalah seorang ahli ibadah, ini merupakan sifat
yang didapati pada kebanyakan orang munafiq. Sebagaimana yang telah
difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
.إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ
إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ
يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Nama Allah kecuali sedikit sekali.” (QS.
An-Nisaa [4]: 142)
Perhatikanlah
sifat ini, jika mereka melaksanakan shalat, mereka berdiri dengan
malas. Mereka inilah yang lalai di dalam shalatnya, dan berbuat riya’.
Disini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, { الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ }, “Orang-orang yang berbuat riya’.” Apakah
seseorang berbuat sum’ah sama dengan yang berbuat riya’? Maksudnya,
apakah seseorang yang membaca Al-Qur’an dengan keras, membaguskan
bacaannya dan tajwidnya yang disertai dengan suara yang indah agar orang
mengatakan sungguh pandai ia membaca. Apakah perbuatan seperti ini sama
dengan berbuat riya’? Jawabannya: Sama. Sebagaimana yang terdapat dalam
hadits:
“Barangsiapa
yang melakukan sumah (ingin amalannya didengar oleh orang lain), maka
Allah akan beberkan sumahnya dihadapan manusia. Barangsiapa yang riya’
(ingin amalannya dilihat orang lain), maka Allah akan bongkar riyanya.”
(HR. Bukhari dalam kitab Ar-Riqaaq, bab Riya’ dan Sum’ah [6499]. Muslim
dalam kitab Az-Zuhd, bab: Diharamkannya riya’, [2986] [47]. Dari hadits
Jundab bin Abdullah Al-Bahili.)
Barangsiapa
berbuat sum’ah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mempermalukannya dan
menjelaskan kepada manusia bahwa ia bukanlah seorang yang ikhlas, tapi
ia lakukan itu karena ingin didengar manusia lantas mereka memujinya
atas ibadah yang ia lakukan. Begitu juga orang yang berbuat riya’. Maka
seseorang yang berbuat riya’ atau sum’ah, Allah akan membongkar
rahasianya, baik dalam waktu dekat maupun jauh.
Perbedaan sum’ah dan riya. Sum’ah maksudnya supaya didengar. Riya’ maksudnya supaya dilihat.
Apa
pemicu seseorang terkena penyakit riya’. Para ulama menjelaskan bahwa
pemicu riya’ yaitu karena kecintaan yang berlebih terhadap kedudukan.
Kedudukan ini bisa bersifat duniawi, bisa berbau agama. Contohnya kursi
jabatan, popularitas, kekayaan, wanita, kedudukan sosial, ketokohan
dalam agama, tenar, mendapat julukan ahli ibadah, zuhud.
Syaithan
itu lihai. Jika ia tidak bisa mengarahkan riya’ dengan sifat agama,
maka akan dicoba dengan riya’ yang bersifat dunia. Seorang Ulama
berkata, “Sesuatu yang paling mahal di dunia adalah Ikhlas. Sering
sekali saya berusaha keras untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, tapi
kemudian ternyata riya’ itu tumbuh lagi tapi warnanya beda.”
Syufai
Al Asbahi. Seorang tabiin. Suatu hari dia berkunjung ke kota madinah.
Beliau melihat ada kerumunan orang banyak, yang mengerumuni satu orang.
Ternyata beliau adalah Abu Hurairah. Setelah semua selesai bertanya,
Syufai bertanya, “Ya Abu Hurairah, Demi Allah, tolong berikan aku sebuah
hadits yang engkau dengar langsung dari Rasulullah, dan engkau paham
betul isinya.” Maka Abu Hurairah menjawab, “Baiklah, akan saya
beritahukan hadits yang saya dengar dari Rasulullah dan saya paham
betul. Rasulullah bersabda…. pada saat beliau ingin menerangkannya, Abu
Hurairah pingsan…”. Beliau pingsan sampai 3x. Setelah yang keempat
beliau bisa menerangkan “Sesungguhnya orang yang pertama kali disiksa
oleh Allah pada hari kiamat ada 3 orang. Yang pertama adalah yang
berjihad, pembaca Al-Quran (mempunyai ilmu agama), dan orang yang
dermawan.” (HR. Muslim)
Setelah dibeberkan, maka ketiganya melakukannya dengan niat riya.
Disarikan
dari Kajian Radio Rodja, Senin, 9 Syawal 1433 H / 27 Agustus 2012 Jam
16:15. Tafsir Al-Quran Juz Amma, Surat Al-Ma’un. Ustadz Abdullah Zain.
Catatan tambahan dari Tafsir Juz Amma, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Pustaka At-Tibyan.
0 komentar
Posting Komentar