Latar Belakang
Indische Partij adalah
organisasi modern ketiga yang berdiri setelah Budi Utomo dan Sarekat Islam. Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang secara tegas menyatakan
berpolitik. Dengan demikian IP adalah
partai politik pertama di Indonesia. Indische Partij ingin menggantikan
Indische Bond yang berdiri pada tahun 1898. Indische Bond adalah organisasi
kaum Belanda peranakan (Indo) dengan pimpinan K. Zaalberg, seorang indo. Tujuan
dibentuknya IP ini adalah untuk memperbaiki keadaan kaum Indo. Pada masa itu
kaum Indo menaruh dendam kepada bangsa Belanda dan segala sesuatu yang bercorak
Belanda. Hal ini disebabkan kaum Indo seolah-olah menjadi "golongan yang
dilupakan" oleh bangsa Belanda.
Douwes
Dekker melihat keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial khususnya dalam
hal diskriminasi antara keturunan Belanda totok dan orang Bwlanda campuran (Indo)..Nasib
para Indo tidak ditentukan oleh pemerintahan kolonial,namun terletak pada
bentuk kerjasama dengan penduduk Indonesia lainnya. Bahkan menurut Douwes
Dekker yang kemudian dikenal dengan nama Danudirdja Setyabudhi,ia tidak
mengenak supremasi Indo atas penduduk bumiputera malah ia menghendaki hilangnya
golongan Indo dengan cara bercampur dengan bumiputera.
Douwes Dekker, seorang Indo, berusaha mempengaruhi Indische Bond. Menurutnya,segala
keluh kesah dan bantahan-bantahan tidak aka nada gunanya. Sumber dari segala
kesukaran itu dikarenakan ketergantungan pada pemerintah kolonial yang menyebabkan kaum
Indo menderita dan dicampakan.
Pendirian organisasi ini dipertegas lagi pada sidang Indische Bond yang
diselenggarakan di Jakarta tanggal 12 desember 1911, dengan pokok pidato
"Gabungan kulit putih dengan sawo matang". Ia berkata, bahwa jumlah
kaum Indo sangat sedikit, sehingga jika ia bertindak seorang diri,maka ia tak mungkin
memperoleh keuntungan. Syarat untuk memperoleh kemenangan dalam pertentangan
dengan penjajah Belanda ialah menggabungkan diri dengan bangsa Indonesia agar kedudukan organisasinya makin
bertambah kuat.
Pendapat Douwes Dekker berbeda dengan pendapat Zaanberg, pemimpin Indische
Bond. Ia menerima ketergantungan terhadap pemerintah kolonial. Menurut
Zaanberg,dalam ketergantungan itu,kaum indo akan hidup berbahagia, asalkan pemerintah dan orang-orang Eropa lapisan atas
suka menolongnya.Zaalberg ingin mengekalkan penjajahan sedangkan Douwes Dekker
ingin menghapuskan penjajahan itu.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, maka mulai tanggal 15 September - 3
oktober 1912, Douwes Dekker mengadakan
perjalanan Propaganda di Pulau Jawa. Di Surabaya, ia mendapat sokongan dari Dokter Tjipto Mangoen Koesoemo. Di
Bandung ia mendapat sokongan dari R.M.
Soewardi Soerjaningrat, juga Abdul Muis yang pada saat tu telah menjadi pimpinan
Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta mendapat sambutan baik dari
pengurus Budi Utomo,juga daerah Jawa Barat,Jawa Tengah dan Jawa Timur.Mereka
merupakan "tiga serangkai" yang sangat ditakuti oleh Belanda. Mereka
ialah tokoh-tokoh Indische Partic yang didirikan di Bandung pada tanggal 25
Desember 1912 yang mana semboyannya yaitu Hindia for Hindia yang berarti
Inodnesia hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang menetap dan bertempat
tinggal di Indonesia tanpa terkecuali.
Tujuan
Indische Partij
Dalam anggaran dasar indische partij (Pasal
2) dirumuskan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk membangun patriotisme semua “Indiers”
kepada tanah air yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka.
b.
Menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan
ketatanegaraan.
c.
Memajukan tanah air Hindia.
d.
Mempersiapkan kehidupan rakyat yang
merdeka.
Adapun saha-usaha untuk
mencapai tujuan itu adalah sebagai berikut :
a.Memelihara Nasionalisme Hindia, dengan cara
meresapkan cita-cita kesatuan bangsa terhadap semua bangsa Hindia, meluaskan
pengetahuan umum tentang sejarah kebudayaan Hindia, menyatupadukan intelek
secara bertahap kedalam golongan-golongan bangsa yang masih hidup bersama dalam
keadaan terpisah karena ras masing-masing, menghidupkan kesadaran diri dan
kepercayaan terhadap diri sendiri.
b.Menyingkirkan kesombongan rasial dan
keistimewaan ras, baik dalam bidang ke tatanegaraan maupun dalam bidang
kemasyarakatan, melawan usaha untuk membangkitkan kebencian terhadap agama dan
sektarisme yang bisa mengakibatkan bangsa Hindia tidak mengenal satu sama lain,
dan memajukan kerjasama nasional.
c.Memperkuat tenaga bangsa Hindia dengan cara
mengembangkan individu ke arah aktivitas yang lebih besar lagi dan memperkuat
kekuatan batin dalam hal kesusilaan.
d.Mengusahakan persamaan hak bagi semua orang
Hindia.
e.Memperkuat pertahanan bangsa Hindia untuk
mempertahankan tanah air dari serangan asing.
f.Mengusahakan unifikasi, perluasan,
pendalaman dan Hindianisasi pengajaran, yang di dalam semua hal harus ditujukan
kepada kepentingan ekonomis Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan
perlakuan ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat
setinggi-tingginya yang bisa di capai.
g.Memperbesar pengaruh Pro-Hindia ke dalam
pemerintahan.
h.Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia,
terutama dengan memperkuat yang lemah ekonominya.
Keanggotaan
Keanggotaan
Indische Partij terbuka untuk semua golongan bangsa tanpa membedakan tingkatan
kelas, seks atau kasta, golongan bangsa yang menjadi anggotaIndische Partij
adalah golongan bumiputera, golongan Indo, Cina dan Arab yang mana Indonesia
dikenal sebagai “national home”.
Keanggotaan Indische Partij tersebar pada 30 cabang dengan jumlah anggota
seluruhnya 7.300 orang, sebagian besar golongan Indo. Sedangkan jumlah anggota
golongan bumiputera adalah 1.500 orang, kebanyakan golongan terpelajar.
Indische Partij Cabang antara lain adalah Semarang, dengan jumlah anggota 1.300
orang, Surabaya dengan jumlah anggota 850 orang, Bandung dengan jumlah anggota
700 orang, Batavia dengan Jumlah anggota 654 orang.
Jika dibandingkan dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam, maka keanggotaan
Indische Partij lebih kecil jumlahnya.
Mungkin hal ini disebabkan karena adanya perasaan takut untuk memasuki suatu
perkumpulan politik. Adanya pasal 111 Regerings-Reglement (RR), yang
berbunyi "Bahwa perkumpulan-perkumpulan atau persidangan-persidangan yang
membicarakn soal pemerintahan (politik) atau membahayakan keamanan umum
dilarang di Hindia Belanda". Pasal ini merupakan tembok penghalang yang sukar
ditembus oleh Indische Partij dalam mengembangkan jumlah Anggotanya.
Perjuangan Indische Partij untuk memperoleh Badan Hukum.
Di
dalam rapat pendirian IP pada tanggal 25 Desember 1912 ditetapkan pula anggaran
dasarnya.Lalu anggaran dasar itu diberikan kepada pemerintah untuk mendapatkan
pengesahan supaya menjadikan IP berbadan hukum. Sikap Gubernur jendral Idenberg
terhadap IP berbeda dengan sikapnya kepada Budi Utomo maupun Sarekat Islam.
Sikapnya terhadap Budi Utomo dan Sarekat Islam sangat berhati-hati,namun sikapnya
terhadap IP sangat tegas. Gub.Jen. Idenberg menolak anggaran dasar IP dengan
surat keputusan tanggal 4 Maret 1913. Alasan penolakannya yaitu karena
perkumpulan itu berlandas politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum,
harus dilarang pendiriannya, menurut pasal 111 RR".
Di
dalam rapat tanggal 5 Maret 1913 pimpinan IP memutuskan untuk mengubah bunyi
pasal 2 tentang tujuan IP . Setelah diubah bunyinya menjadi:
a.Memajukan kepentingan anggota di dalam
segala lapangan, baik jasmani maupun rohani.
b.Menambah kesentosaan kehidupan rakyat di
Hindia Belanda.
c.Berdaya upaya menghilangkan segala
rintangan dan Undang-undang Negara yang menghalangi terciptanya tujuan, dan
d.Minta diadakan undang-undang dan
ketentuan-ketentuan yang menunjang tercapainya tujuan.
Tanggal
5 Maret 1913 IP mengajukan lagi untuk kedua kalinya anggaran dasar agar dapat
disahkan oleh pemerintah. Dengan surat keputusan tanggal 11 Maret 1913 Gub.Jend.
menolak anggaran dasar IP yang baru. Bunyi penolakan itu adalah:
"Menimbang bahwa perubahan yang diadakan
pada pasal 2 anggaran dasar itu, sekali-kali tidak bermaksud merubah dasar dan
jiwa organisasi itu yang sebenarnya, yang diterangkan dalam surat keputusan
tanggal 4 Maret 1913 No.1 maka kenyataan itu adalah jelas daripada keterangan
ketua organisasi IP, atas pernyataan cabang Indramayu yang tertulis di dalam
notulen persidangan tanggal 25 Desember 1912 dan dilampirkan di dalam surat
permohonan pucuk pimpinan IP tanggal 16 Maret 1913. Maka berhubung dengan itu,
pemerintah Hindia Belanda tetap menguatkan surat keputusan tanggal 4 Maret
1913".
Walaupun
kemudian pucuk pimpinan IP beraudiensi
kepada Gub.Jend Idenburg untuk mengulangi permohonan badan hukum itu, tetapi
pemerintah Hindia Belanda tetap pada pendiriannya.
Dengan
adanya penolakan itu berarti IP menjadi partai terlarang dan hanya berusia 6
Bulan. Meskipun usianya pendek tetapi semangat dan jiwa IP tetap mendapatkan
tempat pada para pemimpin pergerakan saat itu.
Penangkapan
dan Pengasingan
Pemerintah
kolonial Belanda ingin merayakan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari jajahan
Perancis pada tahun 1813.Perencanaan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda di
tanah jajahan ini menimbulkan perasaan anti pati dan penghinaan terhadap rakyat
jajahan. Untuk mengimbangi niat pemerintah kolonial Belanda itu, didirikanlah
sebuah Komite yang dikenal sebagai "Komite Boemi Poetra" di
Bandung. Tujuan Komite itu adalah :
a. Mengirimkan
telegram kepada Ratu Belanda agar mencabut
pasal 111 RR.
b.
Membentuk majelis perwakilan rakyat sejati.
c.
Adanya kebebasan berpendapat di tanah jajahan.
Salah
satu pemimpin Komite Boemi Poetra, R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis sebuah artikel
dalam Harian De Express (edisi 19 Juli) dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya
ak seorang Belanda) yang menyinggung perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda.
Di
dalam artikel itu ia menulis antara lain "…Seandainya
Aku Seorang Belanda, masih belumlah saya dapat berlaku sekehendak hati saya.
Dengan sesungguhnya saya akan mengharap-harap, semoga peringatan hari
kemerdekaan itu, di pesta seramai-ramainya, tapi saya tidak akan menyukai, jika
anak-anak negeri dari tanah jajahan ini dibawa-bawa larut berpesta. Saya akan
melarang mereka turut bergembira dan bersuka ria di hari-hari keramaian itu, bahkan
saya akan meminta di tempat pesta, agar tidak ada seorang diantara anak-anak
negeri yang dapat terlihat, secara apa kita beriang-riang dalam memperingati
hari kemerdekaan itu.Sejalan dengan aliran itu, bukan saja tidak adil, tapi
terlebih lagi tidak patut, jika anak-anak negeri disuruh menyumbang uang pula
untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka itu telah diperhatikan dengan
laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda, sekarang orang
bermaksud pula hendak mengosongkan kantong uangnya. Sesungguhnya, suatu
penghinaan lahir dan batin"
Tulisan
R.M. Soewardi Soerjaningrat ini mendapat reaksi yang hebat dari pemerintah
kolonial Belanda. Terjadilah pemeriksaan-pemeriksaan yang intensif terhadap “Tiga Serangkai” oleh Kejaksaan. Dengan
menggunakan "Hak Luar Biasa" (Exorbitante rechten).Gub.Jend. Idenburg
mengeluarkan surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 untuk mengasingkan ketiga
pemimpin “Komite Boemi Poetra” itu.Beberapa tempat ditunjuk untuk mereka.
Kupang untuk Tjipto Mangoenkoesoemo, Banda untuk R.M. Soewardi Soerjaningrat,
dan Bengkulu untuk Douwes Dekker.
Disamping
itu ditetapkan pula dalam surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 bahwa mereka
bebas berangkat keluar Hindia Belanda. Mereka bertiga memilih diasingkan di
luar negeri, yaitu ke negeri Belanda. Mereka berangkat ke Negeri pengasingan
tanggal 6 September 1913. Hari keberangkatannya ini diproklamasikan sebagai
"Hari Raya Kebangsaan".
Dengan
diasingkannya ketiga pimpinan tersebut, maka secara organis IP tidak berperan lagi
dalam pergerakan nasional Indonesia.Lalu IP berganti nama menjadi Partai
Insulinde yang kemudian tahun 1919 berganti nama menjadi National Indische
Partij(NIP). Dalam perkembangannya partai ini tidak mempunyai pengaruh terhadap
rakyat bahkan hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.
0 komentar
Posting Komentar