Cerpen Nasionalisme: Di Perbatasan, Aku Masih Bangga


Kisah nun jauh dari Perbatasan Indonesia dan Malaysia……
Di Perbatasan, Aku Masih Bangga

Karya : Raniansyah


Tetes-tetes embun masih basah di atas dedaunan, ayam pun berkokok bersahutan dan azan di Masjid berkumandang. Pagi itu semua nampak cerah, tak ada yang berbeda dari biasanya. Rani seorang anak SMP yang selalu nampak sederhana pagi itu kembali bersiap untuk menuju ke sekolahnya yang terletak tak jauh dari rumahnya di perbatasan negeri Jiran Malaysia dan Indonesia. Rumahnya yang terbuat dari bambu nampak tertata dengan tanaman-tanaman hias di halamannya.
    “ Bu...aku berangkat sekolah dulu yah, Assalamu’alaikum,” teriak Rani sambil berlari dengan ransel kecil di punggungnya.
    “ Iya nak...hati-hati “ jawab seorang ibu yang mengenakan daster dari pintu rumah yang sederhana itu. Ibu itu adalah Bu Nita, bunda Rani.
    Rani melangkahkan kaki perlahan memasuki sebuah sekolah yang juga begitu sederhana, dindingnya dari papan dan pagarnya pun masih pagar bambu, sekolah yang berdiri sejak zaman Belanda itu masih bertahan hingga kini, walaupun beberapa bagian bangunan nampak begitu rapuh dan tak layak pakai, halamannya pun begitu sempit. Memasuki ruang kelasnya, Rani di sambut dengan senyuman hangat dari kawan-kawannya. Ruangan kelas yang begitu sederhana namun dihuni oleh anak-anak yang semangat belajarnya luar biasa. Mereka adalah anak-anak yang tak pernah memandang tempat untuk dapat belajar dengan giat.
    “ Ran, gimana PRmu udah kelar nggak?” tanya Alim, teman sebangku Rani
    “ Yah..udah dong, kamu gimana?,“ jawab Rani sambil bertanya balik
    “ Yah udah juga, tapi supaya asik kita diskusiin bersama biar lebih paham dan lebih ngerti !!” 
    “ Yupz...okedeh,” jawab Rani lagi
 Tiba-tiba seorang anak dari luar kelas berlari masuk ke kelas dan berteriak kegirangan. Dia adalah Fajri seorang siswa yang paling cerewet di kelas.
    “Eh...hari ini kita nggak belajar soalnya bu Guru lagi sakit, yes...horeee...” teriak Fajri kegirangan.
    “Eh...jangan begitu, walaupun guru kita nggak datang kita juga harus belajar. Kan kalau kita belajar kita sendiri yang bakal dapat manfaatnya” tegur Sita, seorang siswi yang dikenal rajin dan sabar.
    “Iya...betul yang dikatakan Sita, Fajri..., lebih baik kita bahas bersama nih PR biar nanti kalau ulangan kita ngerti cara kerjanya,“ tambah Rani.
    “ Iya..iya...aku ngalah deh, yuk teman-teman kita belajar bareng,” kata Fajri sambil mengajak teman-temannya.
    Hari itu suasana kelas nampak tenang, walaupun guru mereka tidak sempat hadir karena sakit, mereka tetap belajar dan mengerjakan soal-soal bersama. Itulah yang membedakan mereka dengan siswa dari sekolah lain, walaupun sederhana mereka selalu istimewah di mata orang banyak, sekolah yang sederhana itu telah meraih banyak prestasi walaupun terletak begitu jauh dari pusat negeri dan kurang mendapat perhatian, sekolah mereka sebenarnya telah lama direncanakan untuk renovasi namun entah kenapa renovasi tersebut tidak berjalan. Guru-guru di sekolah itupun terbatas  sehingga kalau tidak ada guru mereka harus belajar sendiri. Anak-anak yang begitu tegar dan semangat belajar walau dengan fasilitas yang begitu sederhana, yang membuat mereka luar biasa adalah keistimewaan mereka yang lahir dari kesederhanaan.
    Hari itu, mereka berhasil mengerjakan beberapa soal dan tak terasa bel pulang pun berbunyi. Nampak siswa-siswi berhamburan keluar dari kelas masing-masing mendengar bel waktu pulang telah berbunyi. Rani, Fajri, dan Sita berjalan beriringan untuk pulang ke rumah karena rumah mereka saling berdekatan.
Pada suatu hari, dalam perjalanan pulang ke rumah, mereka berpapasangan dengan sekelompok anak berpakaian rapi dengan seragam sekolah yang begitu bagus, pada dasi anak-anak itu terdapat gambar bendera negara Malaysia.
    “ Hei..kalian, anak Indonesia....sekolah kalian yang itu?,” kata anak itu dengan logat khasnya, sambil menunjuk sekolah Rani.
    “Iyaa...kenapa?,” jawab Rani.
    “ Sekolah kalian kumuh sekali, dindingnya dari papan, pagarnya dari bambu, pekarangannya sempit....,” kata seorang anak negara tetangga itu
    “memangnya kenapa kalau kumuh, yang penting kan kami masih bisa belajar” kata  Fajri.
    “ Lihat tuh sekolah kami bagus, dindingnya berubin, pekarangannya luas, lapangan olahraganya banyak, kalian itu orang Indonesia memang kuno yah...benar aja kisah jualan otak kalau otak kalian paling mahal karena jarang di pakai, peninggalan Belanda aja masih dipertahankan, nggak punya uang yah tuk renovasi?, “ kata anak itu dengan nada mengejek
    “ tapi kami bangga jadi orang Indonesia, negara kami punya banyak pulau, negara kami luas, budayanya banyak, sukunya banyak dan kami tetap satu “ kata Rani.
    “ Iya...kami juga bukan orang bodoh, cerita jualan otak itu cuman omong kosong belaka. Lihat kami, setiap Olimpiade Sains Internasional kami selalu tampil sebagai juara. Nah ! kami tidak bodoh kan,” tambah Fajri
    “ Tapi bagemanapun...negara kalian miskin, maunya selalu fasilitas gratis, email kalian pasti gratis kan?,” sanggah anak itu lagi
    “ Alhamdulillah kami diberi fasilitas email gratis, daripada email berbayar...kan uangnya bisa untuk bantu rakyat,” sanggah Sita yang dari tadi antusias menyaksikan pembicaraan.
    “ Ah...kalian itu,” kata anak itu sambil tersipu malu
    “Daripada kita saling berdebat gini, gimana kalau kita berteman aja...sebagai warga dunia kita juga harus bersatu dong,” kata Rani lagi.
    “Ah..bener tuh, kita juga salah... kenapa menghina mereka padahal kan kita ini tetangga, walaupun beda negara yah..kita harus bersatu dan saling menghargai” sahut seorang anak dari negara tetangga yang dari tadi juga terdiam   
    “ setiap negara memiliki kelebihan masing-masing jadi kita harus saling menghargai sebagai upaya kita mewujudkan perdamaian dunia,” kata Sita menjelaskan.
    Mereka menyadari bahwa setiap negara masing-masing memiliki kekhasan, tidak ada yang boleh menganggap diri lebih baik dari orang atau negara lain, mereka kini mengerti arti sebuah perdamaian dan kebersamaan.
    “Eh aku pernah membaca kalau kalian punya menara petronas yah, yang merupakan menara kembar tertinggi di dunia, bagus banget tuh !,” kata Rani lagi.
    “Iya, aku pernah jalan-jalan kesana,” kata seorang anak Malaysia menanggapi perkataan Rani.
    “ tapi kalian juga bagus loh..., di Indonesia ada Pantai Kuta, wisatawan Asing sudah tidak asing dengan yang namanya pantai Kuta, kalian juga punya Monas yang di dalamnya terdapat peninggalan-peninggalan para founding father kalian. Aku juga pernah baca artikel tentang presiden pertama kalian yang namanya bapak Bung Karno, katanya beliau merupakan salah satu orang paling pandai berbicara di Dunia, kalian pasti Bangga jadi anak Indonesia,” kata seorang anak Malaysia memuji Indonesia.
    “Ah...bisa aja.., kamu. kami memang selalu bangga menjadi warga negara Indonesia,” kata Fajri sambil tersenyum.
    Mereka pun bersalaman waktu itu, perbatasan antara negara mereka tidak menjadi penghalang mereka untuk berteman, semenjak saat itu, anak-anak dari negara tetangga selalu baik kepada Rani dan teman-temannya, bahkan mereka yang sebelumnya serba mewah semenjak mengenal Rani dan kawan-kawannya yang sederhana, mereka berubah penampilan juga menjadi anak yang sederhana, anak-anak ini akhirnya bersahabat.
    Beberapa hari kemudian, mereka kembali bertemu di jalan dekat perbatasan
    “ Hi..kawan-kawan....tunggu...” teriak seorang anak Malaysia sambil berlari menghampiri Rani, Fajri dan Sita.
    “Eh...kenapa?, tenang dulu..tenang...” kata Rani
    “ Kemarin malam aku nonton TV terus aku lihat berita Internasional, katanya besok negara kalian merayakan hari Pendidikan Nasional yah?” kata Anak Malaysia itu dengan nafas terengah-engah
    “ Iya bener....,terus?,” jawab Sita
    “ Yang lebih heboh lagi, sekolah kalian masuk sekolah berprestasi skala Nasional, dan katanya tanggal 25 Mei, sekolah kalian akan resmi direnovasi, rancangan bangunannya bagus  banget” kata anak Malaysia itu menjelaskan.
    “Yes....horee..horee,” teriak Rani dan kawan-kawannya sambil melompat kegirangan
    “ Wetss....tunggu dulu, aku punya satu pertanyaan?, kalau kalian bisa jawab berarti sekolah kalian memang pantas direnovasi, apa semboyan pendidikan kalian yang diucapkan oleh bapak Ki Hajar, hayooo...apa hayoo?” tanya anak Malaysia.
    “Aku tahu..aku tahu....pasti ing ngarso sontoloyoh” kata Fajri dengan wajah begitu yakin
    “Salah...,yang bener itu ing ngarso suntulodo, ing madya mangun kerso, tut wuri handayani” kata Sita membenarkan jawaban Fajri.
    “Terus artinya apa?,” tanya anak Malaysia lagi
    “Artinya adalah yang di depan memberi contoh atau teladan, yang di tengah terus berkarya dan yang di belakang mengikuti,” jawab Rani penuh rasa yakin.
    “Wah...kalian hebat...sekolah kalian memang pantas direnovasi,” kata anak Malaysia itu memuji.

    Hari itu Rani dan kawan-kawannya benar-benar merasa senang karena akhirnya sekolah mereka akan direnovasi. Tidak hanya itu, mereka menemukan teman baik dari negara tetangga. Tidak sia-sia usaha mereka selama ini untuk belajar, mereka juga kini semakin mengerti tentang semangat perdamaian dan kebersamaan serta mereka pun semakin yakin kalau mereka adalah orang yang beruntung bisa menjadi anak Indonesia karena ternyata Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kelebihan. Indonesia memiliki kelebihan, negara tetangga pun memiliki kelebihan, semua negara memiliki kelebihan jadi harus saling menghargai demi terwujudnya perdamaian dan harmonisasi Dunia.

0 komentar

Posting Komentar