Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak
memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah
(yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh
mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.”
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.
Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ،
فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ
مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua
raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu
shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat
tadi dengan witir.” Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya
shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan menjelaskannya.
Kedua, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ
السُّجُودِ
“Bantulah aku (untuk
mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).”
Ketiga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ
سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Sesungguhnya engkau tidaklah
melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu
derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.” Dalil-dalil ini dengan
sangat jelas menunjukkan bahwa kita dibolehkan memperbanyak sujud (artinya:
memperbanyak raka’at shalat) dan sama sekali tidak diberi batasan.
Keempat, pilihan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini
bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana
kaedah yang diterapkan dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah
dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah
di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat
tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. … Barangsiapa yang mengira
bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang
ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang
beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.”
Alasan ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat
malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau
akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak
ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat
mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam
ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan
dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada dalil yang bertentangan.
Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam
setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama.
Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh
raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan
yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala ‘Umar
mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat
sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun
ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang
ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan
satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.”
Keenam, manakah
yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah
shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari
segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih
baik?
Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama
dengan raka’at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap
orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya.
Allah Ta’ala berfirman,
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا
يَهْجَعُونَ
“Di dunia mereka sedikit
sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ
وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
“Dan pada sebagian dari
malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian
yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam
hanya dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang
melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih
dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam denganthulul qunut (berdiri
yang lama).
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus,
“Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat
malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia
ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah
raka’atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi
patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam.
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at
Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama dalam
pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat.
Pendapat pertama, yang
membatasi hanya sebelas raka’at. Alasannya karena inilah yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Inilah pendapat Syaikh Al Albani dalam kitab beliau Shalatut
Tarawaih.
Pendapat kedua, shalat
tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk witir). Inilah pendapat mayoritas
ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafi’i, Ash-haabur Ro’yi, juga
diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah
kesepakatan (ijma’) para sahabat.
Al Kasaani mengatakan, “’Umar mengumpulkan para sahabat untuk
melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang
pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan
para sahabat.”
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20
raka’at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”
Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at
inilah yang dilakukan di timur dan barat.”
‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang
menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di
berbagai negeri.”
Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah yang
dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau
kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.”
Pendapat ketiga, shalat
tarawih adalah 39 raka’at dan sudah termasuk witir. Inilah pendapat Imam Malik.
Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qois, dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dan riwayatnya shahih.
Pendapat keempat, shalat
tarawih adalah 40 raka’at dan belum termasuk witir. Sebagaimana hal ini
dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40 raka’at dan
beliau witir 7 raka’at. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam
di bulan Ramadhan dengan jumlah raka’at yang tak terhitung sebagaimana
dikatakan oleh ‘Abdullah, anaknya.
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua jumlah raka’at di atas boleh
dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam
cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat
malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang
dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam
dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini
dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan
dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan
raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at
itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak
ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah
raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang
melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan
dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan
dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam
di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka
sungguh dia telah keliru.”
Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap muslim
bersikap arif dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Sungguh tidak
tepatlah kelakuan sebagian saudara kami yang berpisah dari jama’ah shalat
tarawih setelah melaksanakan shalat 8 atau 10 raka’at karena mungkin dia tidak
mau mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia sendiri ingin
melaksanakan shalat 23 raka’at di rumah.
Yang Paling Bagus adalah Yang Panjang
Bacaannya
Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk mengerjakan
shalat 11 atau 23 raka’at. Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, namun berdirinya agak lama. Dan boleh juga melakukan shalat tarawih
dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih
oleh mayoritas ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ
“Sebaik-baik shalat adalah
yang lama berdirinya.”
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” Ibnu Hajar
–rahimahullah- membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul
Marom, Bab “Dorongan agar khusu’ dalam
shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits
di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika
membaca surat, ruku’ dan sujud.
Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 raka’at dilakukan
dengan kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas.
Bahkan kadang pula shalat 23 raka’at yang dilakukan lebih cepat selesai dari
yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan. Seharusnya shalat tarawih dilakukan
dengan penuh thuma’ninah, bukan dengan kebut-kebutan. Karena ingatlah bahwa
thuma’ninah (bersikap tenang) adalah bagian dari rukun shalat.
-Bersambung insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
makasih nih buat ilmunya min
BalasHapusbagus gan pas karna ini sdah mau menjelang puasa dan shalat tarawih , pasti sangat bermanfaat
BalasHapusIya, karena masih banyak yang bingung, sholat tarawih itu berapa rakaat, beda masjid beda jumlah biasanya
Hapusjadi lebih bagus ditambah ya gan jadi 23 rakaat?
BalasHapusIya, tapi sebagai ma'mum ya kita cuma bisa mengikuti imam saja
Hapusjika tarawihnya 11x itu yang 8rekaat tarawih yang 3 salat witir,dan jika tarawih23rekaat itu tarawih 20rekaat dan yang 3 witir. Cmiiw
BalasHapusArtikel yang barokah sekali gan, ijin save ke microsoft word ya :)
BalasHapusSilahkan gan, dimanfaatkan sebaik mungkin ya
Hapusrutinitas saya di bulan ramadhan nih
BalasHapus